Kitab Kuning Dan Tradisi Keilmuan Pesantren
Salah satu sisi unik dari pesantren adalah, biasanya di pesantren diajarkan ilmu agama yang bersumber dari literatur – literatur yang dikarang oleh ulama abad pertengahan, literatur ini populer dengan sebutan “ Kitab Kuning “.Perihal kitab kuning Azyumardi Azra menulis :
“ Kitab Kuning (KK) pada umumnya di pahami sebagai kitab – kitab keagamaan berbahasa Arab, menggunakan aksara Arab, yang dihasilkan oleh para ulama dan pemikir muslim lainnya di masa lampau – khususnya yang berasal dari Timur Tengah. KK mempunyai format sendiri yang khas dan warna kertas kekuning – kuningan “ . ( Azra, 2001 : 111 )
Sedangkan menurut Tholchah Hasan (dalam Abdurrahman, 2006 : 32) , kitab kuning bisa dicirikan sebagai berikut :
a. Kitab yang ditulis atau bertulisan arab
b. Umumnya ditulis tanpa syakal, bahkan tanpa tanda baca semisal titik dan koma
c. Berisi keilmuan Islam.
d. Metode penulisannya yang dinilai kuno, dan bahkan ditengarai tidak memiliki relevansi dengan kekinian.
e. Lazimnya dipelajari dan dikaji di pondok pesantren.
f. Dicetak di atas kertas yang berwarna kuning.
Metode pengajaran kitab kuning di pesantren dilakukan dengan sistem sorogan (individu) dan bandongan (masal). Dalam sistem sorogan seorang santri membaca kitab lengkap dengan maknanya di hadapan kyai, sedangkan kyai memberi makna dengan menulis (ngesahi) pada kitab milik santri tersebut. Sistem ini dikenal membutuhkan kesabaran, kesungguhan dan kedisiplinan yang tinggi. Sedangkan dalam sistem bandongan kyai membacakan kitab disertai mengartikan kata demi kata diselingi penjelasan sekedarnya, sedangkan santri menuliskan makna pada kitab. Karena dilaksanakan setelah waktu sholat, sistem bandongan biasa disebut juga sistim wetonan (dari kata waktu).
Tentang mulai kapan kitab kuning menjadi bahan ajar utama di pesantren, Affandi Mochtar menyatakan :
“ Sangatlah mungkin – sejauh bukti – bukti histories yang tersedia – dikatakan bahwa KK menjadi text books, references, dan kurikulum dalam sistem pendidikan pesantren seperti yang kita kenal sekarang, adalah baru dimulai pada abad ke- 18 M. bahkan cukup realistik juga memperkirakan pengajaran KK secara massal dan permanen itu mulai terjadi pada pertengahan abad ke – 19 M, ketika sejumlah ulama Nusantara khususnya Jawa kembali dari program belajarnya di Makkah “. (Mochtar, 2001 : 39)